Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Studi yang disajikan dalam narasi di atas memberikan wawasan mendalam terkait penggunaan protein tulang sapi yang diekstraksi melalui metode air panas bertekanan tinggi (HBBP) sebagai pengemulsi. Ini merupakan langkah penting dalam memaksimalkan nilai sisa dari tulang sapi, yang selama ini mungkin belum dimanfaatkan secara optimal dalam industri pangan. HBBP, yang terdiri dari campuran peptida dengan beragam berat molekul, telah menunjukkan kapasitas pengemulsi yang baik. Namun, perbedaan efektivitas dari masing-masing komponen peptida ini masih menjadi teka-teki yang menarik untuk diselidiki lebih lanjut.
Dalam penelitian ini, HBBP dipisahkan ke dalam tiga fraksi berat molekul yang berbeda: 10-30 kDa, 5-10 kDa, dan <5 kDa, untuk melihat sejauh mana perbedaan struktur molekul berpengaruh terhadap kapasitas pengemulsi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peptida dengan berat molekul tinggi memiliki potensi terbesar dalam meningkatkan stabilitas emulsi, terutama melalui mekanisme pembentukan lapisan antarmuka yang lebih tebal dan tolakan spasial yang lebih kuat. Hal ini merupakan kontribusi penting dalam ilmu pengemulsi, mengingat bahwa stabilitas emulsi sangat krusial dalam berbagai produk pangan seperti saus, susu, dan krim.
Lebih lanjut, penggunaan teknologi spektroskopi Raman laser confocal dan analisis struktur sekunder molekul memberikan bukti bahwa polipeptida dengan berat molekul lebih tinggi cenderung memiliki struktur α-helix dan β-sheet yang lebih teratur. Ini berimplikasi pada peningkatan kemampuan pengemulsi untuk mempertahankan stabilitas struktur emulsi, yang berarti produk pangan akan memiliki daya tahan yang lebih lama terhadap pemisahan fase minyak-air.
Sebagai seorang Dosen Teknologi Pangan, penelitian ini memberikan dua poin penting yang dapat diambil: pertama, pentingnya eksplorasi lebih lanjut terhadap biomolekul yang berasal dari sumber limbah pangan seperti tulang sapi. Ini tidak hanya menambah nilai ekonomi dari sumber yang mungkin terbuang, tetapi juga menawarkan solusi berkelanjutan untuk industri pangan. Kedua, penggunaan teknologi pemisahan dan karakterisasi molekuler yang lebih maju dapat membantu memahami bagaimana berbagai komponen protein berperan dalam proses pengemulsian, memberikan landasan teoritis yang kuat untuk aplikasi praktis di industri.
Secara keseluruhan, studi ini tidak hanya berfokus pada pemanfaatan tulang sapi sebagai bahan pengemulsi yang inovatif, tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan teknologi pangan yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Penelitian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengoptimalkan proses ini agar dapat diterapkan pada skala industri, namun hasil awal ini sangat menjanjikan untuk masa depan teknologi pangan yang lebih berkelanjutan.