Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam dunia yang semakin berkembang menuju energi terbarukan, teknologi penyimpanan energi panas laten (Latent Thermal Energy Storage, LTES) memainkan peran penting dalam mengatasi ketidakseimbangan waktu dan ruang dalam pemanfaatan energi panas bertemperatur rendah dan energi terbarukan pada sistem pompa panas (Heat Pumps, HP). Studi ini menyajikan terobosan terbaru dalam desain perangkat penyimpanan energi panas laten bertingkat (Cascade Latent Thermal Energy Storage, CTS), yang dapat mengoptimalkan stabilitas dan efisiensi operasi pada sistem pengeringan yang terhubung dengan pompa panas.
Teknologi LTES memungkinkan penyimpanan dan pelepasan energi panas pada fase perubahan material, yang membuatnya sangat cocok untuk aplikasi sistem energi terbarukan seperti panel surya. Dengan meningkatkan sifat termofisik dari material perubahan fase (Phase Change Materials, PCMs), serta mendesain perangkat CTS yang adaptif, diharapkan sistem ini dapat lebih stabil dalam mengakomodasi fluktuasi energi dari sumber terbarukan seperti sinar matahari.
Dalam penelitian ini, sistem CTS dirancang berdasarkan optimasi eksergi dari mesin panas bertingkat. Model CTS tiga dimensi berbasis cangkang-tabung dikembangkan menggunakan metode entalpi, dengan mempertimbangkan batasan fisik seperti suhu perubahan fase dari material yang digunakan dan kondisi aplikasi nyata. Sodium acetate trihydrate (SAT) digunakan sebagai bahan dasar PCM dengan penambahan acetamide (AC) untuk menyesuaikan suhu leleh material, sehingga meningkatkan performa termoregulasi dan karakteristik perpindahan panas pada proses penyimpanan energi.
Salah satu keunggulan utama dari penelitian ini adalah penggunaan CTS tiga tingkat yang menunjukkan kemampuan penyimpanan panas lebih tinggi dibandingkan dengan perangkat LTES satu tingkat. Penurunan suhu antara tahapan dalam CTS membantu meningkatkan kapasitas penyimpanan energi panas, dengan suhu masuk dan keluar rata-rata yang berkurang sebesar 4,41 ℃. Hal ini memungkinkan perangkat CTS untuk bekerja dalam rentang suhu operasi yang lebih luas, memberikan efek buffering pada suhu masuk dan mengoptimalkan penggunaan energi panas dari sumber yang berfluktuasi seperti kolektor surya.
Dengan penggunaan perangkat CTS tiga tingkat, kepadatan penyimpanan panas mencapai 2,39 kali lipat dari tangki penyimpanan air panas domestik dengan volume yang sama. Ini menunjukkan kemampuan CTS untuk menyimpan energi dari sumber panas yang tidak stabil dengan lebih efektif. Selain itu, keseragaman suhu keluar dan daya perpindahan panas pada CTS juga lebih baik dibandingkan dengan perangkat LTES satu tingkat, yang menunjukkan keunggulan signifikan dalam hal efisiensi penyimpanan dan pemanfaatan energi.
Penelitian ini tidak hanya memberikan panduan dalam persiapan PCM bertingkat yang optimal, tetapi juga membuka ide baru dalam pengembangan perangkat CTS yang lebih efisien. Koordinasi antara perangkat dan material menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa sistem CTS dapat memberikan kinerja termodinamika terbaik dalam berbagai aplikasi, terutama pada sistem pengeringan yang memanfaatkan energi terbarukan seperti panas surya.
Sebagai seorang dosen di bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya menilai bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi terobosan penting dalam pengembangan sistem energi terbarukan yang lebih efektif dan efisien. Dengan pengaplikasian yang tepat, teknologi CTS berpotensi mendukung transisi energi global menuju pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.