Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi perubahan iklim adalah menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi pemisahan CO2 secara elektrokimia telah menarik perhatian sebagai strategi yang menjanjikan untuk menggunakan energi terbarukan dalam mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini berfokus pada pemisahan CO2 melalui siklus elektrokimia, yang dianggap sebagai teknologi efisien dan hemat energi.
Secara termodinamika, beberapa studi menunjukkan bahwa energi minimum yang diperlukan untuk proses pemisahan CO2 ini sangat rendah, kurang dari 100 kJ per mol CO2. Namun, tantangan utama adalah memahami bagaimana variasi parameter proses pemisahan ini, seperti elektrokimia dan faktor-faktor proses lainnya, dapat mempengaruhi efisiensi energi yang diukur dalam aplikasi praktis. Penelitian ini mencoba untuk memecahkan masalah ini dengan menyelidiki kerugian eksergi yang terjadi selama proses pemisahan CO2, baik ketika CO2 masuk ke dalam elektrolit dari aliran umpan yang encer maupun ketika dilepaskan dari elektrolit ke dalam aliran keluar yang lebih terkonsentrasi.
Dengan pendekatan yang lebih mendalam, penelitian ini mengembangkan model nol dimensi pemisahan CO2 berbasis pH-swing dalam sel aliran. Model ini menggabungkan fisika penangkapan reaktif CO2 dalam media alkali dengan operasi elektrokimia dari sel tersebut. Dengan memanfaatkan output dari model ini, penelitian ini menguraikan biaya energi keseluruhan dari proses pemisahan menjadi beberapa komponen yang terpisah, seperti kerugian eksergi, transfer muatan antar muka, transportasi massa, dan resistansi Ohmik dari sel elektrokimia.
Menariknya, penelitian ini juga mengeksplorasi bagaimana biaya energi bervariasi berdasarkan beberapa faktor seperti jumlah CO2 yang dipisahkan, kerapatan arus, dan konstanta laju reaksi hidroksilasi CO2. Ketika penangkapan CO2 menjadi faktor pembatas dalam keseluruhan proses pemisahan, ada hubungan penting antara masukan energi dan throughput CO2. Studi ini menunjukkan bahwa pada kondisi di mana skala waktu untuk invasi CO2 selama siklus pemisahan hampir setara dengan waktu yang diperlukan untuk menangkap CO2 secara reaktif, maka input energi menjadi optimal dengan throughput CO2 yang tinggi.
Sebagai seorang Dosen di bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya melihat penelitian ini sebagai langkah signifikan menuju pengembangan sistem pemisahan CO2 yang efisien dan hemat biaya. Hal ini sangat penting, mengingat kebutuhan akan teknologi pemisahan karbon yang dapat mendukung target net-zero emisi karbon global. Dengan adanya model pemisahan CO2 elektrokimia yang mempertimbangkan kerugian eksergi dan biaya energi dari berbagai faktor, penelitian ini menawarkan solusi yang tidak hanya secara teoritis layak, tetapi juga memiliki potensi untuk diterapkan dalam skala besar.
Teknologi pemisahan CO2 ini sangat relevan dengan masa depan energi bersih dan penggunaan energi terbarukan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme pemisahan CO2 serta pengembangan sistem elektrokimia yang lebih efisien, kita semakin dekat untuk mencapai pemisahan karbon yang lebih hemat energi dan biaya. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam upaya mendesain sistem pemisahan CO2 yang secara teknis dan ekonomis layak untuk diterapkan dalam skenario dunia nyata.
Dalam konteks Indonesia yang memiliki potensi besar untuk memanfaatkan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, pemisahan CO2 elektrokimia dapat menjadi solusi untuk mengurangi emisi karbon dari sektor industri dan energi. Melalui inovasi ini, kita dapat berharap bahwa teknologi energi terbarukan dapat semakin dioptimalkan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.