Listrik dari Limbah: Kombinasi Biogas dan Biodiesel Jadi Energi Masa Depan?

Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Dalam dunia yang sedang berpacu menuju energi bersih dan berkelanjutan, riset-riset inovatif terus bermunculan, salah satunya datang dari pemanfaatan limbah—ya, limbah dapur dan kotoran ternak. Siapa sangka, dua hal yang sering dianggap bau dan tak berguna ini bisa diubah menjadi sumber energi listrik yang menjanjikan.

Penelitian terbaru mengeksplorasi generator listrik dual-fuel—yang dapat beroperasi dengan campuran biogas dari kotoran babi dan biodiesel dari minyak jelantah (minyak goreng bekas). Ini bukan sekadar ide kreatif, tapi juga solusi nyata untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus mengatasi permasalahan limbah organik.

Penelitian ini menggunakan berbagai campuran biodiesel, mulai dari B8 (8% biodiesel) hingga B100 (100% biodiesel murni), dan mengujinya dalam dua mode operasi: mode normal (hanya biodiesel) dan mode dual (biodiesel + biogas).

Hasilnya cukup menarik:

  • Output daya listrik tertinggi dicapai pada mode dual-fuel dengan beban 5,0 kW. Artinya, kombinasi biodiesel dan biogas justru bisa meningkatkan performa daya listrik dibandingkan hanya menggunakan satu jenis bahan bakar.
  • Campuran B8 dalam mode dual-fuel menunjukkan konsumsi bahan bakar cair terendah (270,2 gram/kWh). Ini penting karena efisiensi bahan bakar menjadi indikator utama dalam menentukan keekonomian sistem pembangkitan energi.
  • Namun, jika bicara soal efisiensi termal, mode normal (hanya biodiesel) ternyata masih unggul. Efisiensi tertinggi tercatat pada penggunaan B100 dalam mode normal, yaitu mencapai 24,7%, dibandingkan dengan 20% dalam mode dual-fuel.

Apa artinya semua ini?

Secara sederhana, kita bisa menyimpulkan bahwa kombinasi biogas dan biodiesel dari limbah organik benar-benar layak dijadikan sumber energi alternatif—bukan hanya di laboratorium, tapi juga untuk implementasi nyata di lapangan. Khususnya untuk wilayah pedesaan atau peternakan yang menghasilkan banyak limbah organik, pendekatan ini bisa menjadi solusi energi mandiri yang murah dan ramah lingkungan.

Peluang dan Tantangan di Indonesia

Sebagai negara agraris dan kuliner, Indonesia punya “emas” dalam bentuk limbah organik. Dari peternakan sapi, kambing, dan ayam hingga minyak jelantah rumah tangga dan restoran—potensi bahan baku untuk produksi biogas dan biodiesel sangat melimpah.

Namun, tantangannya tidak sedikit:

  • Akses terhadap teknologi biodigester dan konversi biodiesel masih terbatas pada kalangan tertentu. Padahal, jika teknologi ini dibuat lebih murah dan modular, masyarakat desa pun bisa memanfaatkannya.
  • Regulasi dan standar kualitas biodiesel dari minyak jelantah masih perlu diperjelas, terutama untuk menjamin keamanan dan kompatibilitas mesin.
  • Keterbatasan infrastruktur dan dukungan kebijakan membuat banyak potensi energi limbah terbuang begitu saja.

Jika Indonesia serius ingin menuju transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan, maka pengembangan sistem pembangkit listrik berbasis limbah organik harus menjadi prioritas. Tak hanya membantu mengurangi emisi karbon, tapi juga menciptakan ekonomi sirkular berbasis masyarakat lokal.

Sebagai dosen dan peneliti di bidang energi terbarukan, saya percaya bahwa masa depan energi Indonesia tidak hanya bergantung pada teknologi tinggi dan megaproject, tetapi juga pada inovasi akar rumput seperti ini—mengubah limbah menjadi cahaya, dan masalah menjadi solusi.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *