Mengangkat Gizi dari Tumbuhan: Teknologi Hijau untuk Masa Depan Pangan Berkelanjutan

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazali Cilacap / UNUGHA Cilacap)

Kita hidup di era ketika pangan tidak lagi hanya dinilai dari rasanya, melainkan dari kontribusinya terhadap kesehatan dan keberlanjutan lingkungan. Di tengah meningkatnya minat masyarakat terhadap makanan sehat dan alami, pangan berbasis tumbuhan (plant-based foods) muncul sebagai primadona. Sayangnya, potensi gizi dari bahan pangan nabati belum sepenuhnya kita manfaatkan—terutama senyawa bioaktifnya, seperti phytochemical yang berperan sebagai antioksidan alami.

Phytochemical adalah senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang berperan penting dalam menangkal radikal bebas penyebab stres oksidatif, peradangan, dan penyakit kronis. Namun, realitas di meja makan berkata lain: senyawa ini kerap terdegradasi akibat pemrosesan pangan konvensional, terutama karena paparan suhu tinggi dan interaksi kimia kompleks dalam matriks pangan.

Padahal, nilai tambah pangan kita banyak bertumpu pada senyawa-senyawa ini. Dalam kondisi ideal, ekstrak fitokimia dari buah dan sayur bisa berfungsi sebagai pengawet alami, penambah aroma, hingga pembentuk tekstur yang lebih baik pada produk pangan olahan. Maka muncul pertanyaan penting: bagaimana kita menjaga kestabilan zat-zat berharga ini dalam proses pengolahan?

Non-Termal: Teknologi Ramah untuk Fitokimia

Jawabannya mungkin terletak pada teknologi pengolahan non-termal yang tengah naik daun dalam dunia sains pangan. Teknologi seperti Supercritical CO₂ dan Cold Plasma menjadi sorotan karena mampu mengekstrak fitokimia tanpa merusak strukturnya, sekaligus mendukung prinsip green development—proses produksi yang hemat energi, rendah limbah, dan ramah lingkungan.

Supercritical CO₂ menggunakan karbon dioksida dalam fase antara cair dan gas untuk menarik senyawa bioaktif dari jaringan tumbuhan. Hasil ekstraknya sangat murni, bebas pelarut berbahaya, dan kaya akan antioksidan. Di sisi lain, Cold Plasma memanfaatkan energi listrik untuk menghasilkan plasma dingin yang mampu mensterilkan pangan, sekaligus meningkatkan permeabilitas sel tumbuhan agar senyawa aktifnya lebih mudah dilepaskan.

Keduanya bukan hanya sekadar teknologi mutakhir, tapi juga perwujudan dari perubahan paradigma: dari pangan sebagai kebutuhan, menjadi pangan sebagai investasi kesehatan dan keberlanjutan.

Peluang dan Tantangan di Indonesia

Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki kekayaan fitokimia luar biasa—dari flavonoid dalam daun kelor hingga antosianin dalam ubi ungu. Sayangnya, hilirisasi nilai tambah dari bahan-bahan ini masih minim. Inovasi pengolahan berbasis teknologi hijau membuka peluang besar, terutama bagi industri pangan fungsional dan herbal modern yang tengah berkembang.

Namun, tantangan utamanya terletak pada kesiapan ekosistem teknologi kita. Biaya investasi teknologi non-termal masih tergolong tinggi, dan belum banyak UMKM pangan yang memiliki akses atau literasi terhadapnya. Selain itu, regulasi tentang klaim gizi dan kesehatan untuk produk berbasis ekstrak fitokimia juga belum terstandardisasi dengan baik.

Diperlukan kolaborasi antara dunia kampus, pemerintah, dan industri untuk mengembangkan pusat-pusat inovasi pangan lokal yang mampu mengadopsi teknologi non-termal secara terjangkau dan tepat guna. Langkah ini juga selaras dengan agenda besar transformasi sistem pangan nasional yang inklusif, berbasis potensi lokal, dan tangguh terhadap krisis.

Pangan Nabati sebagai Pilar Masa Depan

Memanfaatkan fitokimia dari tumbuhan bukan hanya soal mengejar tren pangan sehat, tapi soal menyelamatkan potensi gizi yang selama ini terbuang sia-sia. Teknologi non-termal memberi harapan besar bagi masa depan pangan Indonesia yang lebih alami, lebih sehat, dan lebih ramah lingkungan. Inilah saatnya kita menggeser lensa pengolahan pangan: dari sekadar memperpanjang umur simpan, menjadi upaya menjaga zat aktif yang memberi nilai kesehatan sejati. Indonesia tak kekurangan bahan—yang kita butuhkan adalah keberanian berinovasi dan investasi pada teknologi yang menjanjikan kehidupan lebih baik di atas meja makan kita.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *