Mewujudkan Net-Zero Emission yang Adil melalui Inovasi Ekologis dan Strategi Hilirisasi Energi di Indonesia

Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Dalam upaya global mengatasi perubahan iklim, wacana mengenai climate neutrality atau netralitas karbon semakin menggema. Gagasan ini menekankan pentingnya menyeimbangkan emisi karbon melalui mekanisme offset dan teknologi penangkapan serta penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS). Namun, di tengah himbauan Paris Agreement yang menyerukan kerja sama global menahan laju pemanasan bumi di bawah 2°C, mewujudkan net-zero emission bukanlah perkara mudah terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang masih terbatas dari sisi teknologi dan pendanaan.

Di sinilah inovasi ekologis (eco-innovations) menjadi titik tumpu solusi. Sistem energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga ekonomi sirkular telah menjadi simbol era baru untuk menekan emisi dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Sayangnya, transformasi ini tidak bebas dari paradoks. Negara maju, yang mendominasi inovasi dan pasar teknologi, kerap melakukan greenwashing dan menutupi akar degradasi lingkungan struktural mereka. Di sisi lain, negara berkembang harus berjibaku dengan ketimpangan akses terhadap teknologi bersih, ketergantungan pada ekspor sumber daya mentah, dan tekanan pasar global.

Dampaknya adalah ketimpangan yang makin melebar: negara kaya melaju cepat dalam transisi energi bersih, sementara negara berkembang terseok di belakang, dibebani oleh biaya mahal dan minimnya teknologi. Dalam konteks ini, transisi menuju emisi nol bersih bukan hanya soal teknis atau ekonomi, tetapi juga keadilan lingkungan, keadilan sosial, dan etika global.

Untuk Indonesia, tantangannya terletak pada dua sisi: di satu sisi, kita dituntut mempercepat dekarbonisasi melalui adopsi teknologi ramah lingkungan; di sisi lain, kita harus memastikan bahwa transisi ini tidak meninggalkan masyarakat rentan dan tidak menambah ketergantungan pada impor teknologi tinggi.

Strategi Hilirisasi Energi di Indonesia: Jalan Menuju Keadilan Energi

Sebagai solusi jangka panjang menuju keadilan energi, Indonesia perlu menjalankan strategi hilirisasi energi secara menyeluruh dan berkeadilan. Hilirisasi dalam konteks ini tidak hanya berarti mengolah sumber daya alam menjadi produk bernilai tambah, tetapi juga menciptakan sistem energi yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu pilar utama adalah penguatan industri lokal energi terbarukan, seperti manufaktur panel surya, turbin angin mini, baterai, dan komponen kendaraan listrik. Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan sekaligus membuka lapangan kerja baru di dalam negeri.

Selain itu, desentralisasi energi berbasis komunitas juga menjadi kunci. Masyarakat pedesaan perlu diberdayakan untuk mengelola sistem pembangkit energi terbarukan skala kecil, seperti PLTS atap dan bioenergi, agar mereka tak hanya menjadi konsumen tetapi juga produsen energi. Strategi ini harus dibarengi dengan pembangunan ekosistem ekonomi sirkular, terutama dalam pengelolaan limbah elektronik serta pemanfaatan kembali material dari baterai dan panel surya yang sudah usang. Ini akan memperkuat keberlanjutan industri energi dan mengurangi beban lingkungan.

Hilirisasi juga harus membuka ruang untuk transfer teknologi dan inovasi melalui kolaborasi riset antara universitas, industri, dan negara mitra. Kolaborasi ini perlu diarahkan pada penguatan kapasitas lokal dan kepemilikan teknologi oleh anak bangsa. Terakhir, pendekatan berbasis keadilan sosial harus menjadi prinsip utama: kelompok marjinal seperti masyarakat adat, perempuan, dan komunitas miskin harus dilibatkan aktif dalam ekosistem energi bersih agar tidak menjadi korban dari proses transisi. Dengan strategi yang komprehensif dan berpihak, hilirisasi energi dapat menjadi jalan menuju keadilan energi yang sesungguhnya di Indonesia.

Kesimpulan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau kawasan Asia Tenggara, namun hanya jika kita merancang transisi energi yang adil, inklusif, dan mandiri. Transisi tanpa keadilan hanya akan melahirkan ketimpangan baru. Maka dari itu, strategi hilirisasi bukan lagi opsi, melainkan keharusan demi masa depan energi yang berdaulat dan berkelanjutan.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *