Pemanfaatan Ampas Bit Gula (SBP) Teroksidasi: Inovasi dalam Meningkatkan Viskositas melalui Modifikasi Selulosa dan Polisakarida

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)

Ampas bit gula (Sugar Beet Pulp, SBP) merupakan produk sampingan pertanian yang melimpah, non-pangan, dan kaya akan selulosa, sehingga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri, terutama dalam industri pangan. Salah satu bentuk pemanfaatan SBP yang menarik adalah melalui proses oksidasi, yang menghasilkan SBP teroksidasi (oP) dengan atribut viskositas yang tinggi. Viskositas ini merupakan sifat fisik yang sangat berharga dalam berbagai formulasi produk pangan, misalnya sebagai pengental, penstabil, atau pembentuk gel.

SBP pada dasarnya adalah residu yang dihasilkan selama proses ekstraksi gula dari bit. Meski dianggap sebagai limbah, SBP mengandung komponen berharga seperti selulosa, pektin, dan hemiselulosa. Pengolahan SBP lebih lanjut dapat membuka peluang besar dalam meningkatkan nilai tambah produk ini. Salah satu pendekatan yang kini dikembangkan adalah dengan mengoksidasi SBP untuk menghasilkan produk dengan karakteristik fisikokimia yang lebih diinginkan, seperti peningkatan viskositas.

Selama proses oksidasi, terjadi perubahan signifikan pada komponen polisakarida yang terkandung dalam SBP. Oksidasi menyebabkan banyak pektin dan hemiselulosa larut dalam air, sedangkan sebagian besar selulosa tetap tidak larut. Pektin yang biasanya merupakan bagian dari dinding sel tanaman mengalami depolimerisasi parsial, sehingga mempengaruhi kelarutannya. Namun, yang menarik, hasil oksidasi ini juga menghasilkan apa yang disebut sebagai ‘hemiselulosa a’, yaitu polisakarida yang dapat diekstraksi dengan alkali dan mengendap setelah pengasaman. Hemiselulosa a ini mengandung glukosa yang berasal dari selulosa SBP.

Proses oksidasi juga memodifikasi selulosa dengan memperkenalkan gugus karboksil (-COOH), yang meningkatkan kemampuannya untuk menyerap air dan membuatnya lebih mudah diekstraksi dengan larutan alkali. Hal ini meningkatkan kapasitas selulosa untuk menerima air, yang pada gilirannya meningkatkan viskositas produk akhir. Peningkatan viskositas ini sangat penting dalam aplikasi industri, terutama dalam pengembangan produk pangan berbasis hidrogel atau bahan pengental alami.

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah hubungan antara depolimerisasi polisakarida matriks (pektin dan hemiselulosa) dan peningkatan viskositas SBP teroksidasi. Selama proses oksidasi, molekul pektin dan hemiselulosa mengalami pemecahan (depolimerisasi) sebagian, yang menyebabkan perubahan struktur molekulnya. Median berat molekul relatif (Mr) dari polisakarida yang terdepolimerisasi ini berkorelasi negatif dengan viskositas oP—artinya, semakin besar depolimerisasi yang terjadi, semakin rendah Mr-nya, dan semakin tinggi viskositas produk akhirnya. Dengan kata lain, peningkatan viskositas SBP teroksidasi disebabkan oleh pemecahan polisakarida menjadi molekul yang lebih kecil dan mudah larut.

Selain itu, peningkatan aksesibilitas air pada selulosa SBP juga berperan penting dalam menentukan viskositas. Pada preparat SBP teroksidasi, peningkatan kapasitas selulosa untuk menyerap air berkontribusi signifikan terhadap peningkatan viskositas. Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran menggunakan air bertanda tritium ([3H]air), yang menunjukkan bahwa preparat SBP dengan aksesibilitas air yang lebih besar menghasilkan viskositas yang lebih tinggi.

Dalam penelitian ini, para peneliti mengembangkan metode inovatif untuk mengeksplorasi permeabilitas dan aksesibilitas air pada selulosa dengan menggunakan [3H]air. Metode ini melibatkan pengukuran seberapa banyak tritium yang dapat masuk ke dalam mikrofibril selulosa dan seberapa baik selulosa mampu mempertahankannya selama proses pengeringan. Hasilnya menunjukkan bahwa pada Avicel, selulosa dengan kristalinitas tinggi, sekitar 75% gugus hidroksil (-OH) selulosa tidak dapat diakses oleh [3H]air, yang menunjukkan struktur yang lebih padat. Sebaliknya, selulosa pada kertas saring, yang memiliki struktur lebih terbuka, mampu menyerap [3H]air secara maksimal.

Menariknya, retensi tritium oleh preparat SBP teroksidasi berkorelasi positif dengan viskositas, yang berarti semakin besar aksesibilitas air pada selulosa, semakin kental produk akhir yang dihasilkan. Hal ini memberikan wawasan penting bahwa peningkatan aksesibilitas selulosa, baik melalui modifikasi struktural maupun oksidasi, dapat menjadi kunci dalam meningkatkan viskositas bahan berbasis SBP.

Sebagai kesimpulan, oksidasi SBP tidak hanya menyebabkan depolimerisasi dan solubilisasi polisakarida matriks seperti pektin dan hemiselulosa, tetapi juga meningkatkan aksesibilitas air pada selulosa, yang pada gilirannya meningkatkan viskositas produk akhir. Peningkatan viskositas ini membuka peluang besar untuk pemanfaatan SBP teroksidasi dalam berbagai aplikasi pangan dan industri lainnya, seperti sebagai bahan pengental, pembentuk gel, atau penstabil alami yang ramah lingkungan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan memodifikasi proses oksidasi, kita dapat mengontrol viskositas produk akhir, sehingga SBP teroksidasi dapat disesuaikan untuk berbagai keperluan industri. Selain itu, penggunaan SBP, yang merupakan produk sampingan pertanian yang melimpah dan non-pangan, juga mendukung konsep keberlanjutan dan pengurangan limbah, menjadikannya bahan yang sangat potensial dalam mendukung ekonomi sirkular di masa depan.

Dengan perkembangan ini, SBP teroksidasi bisa menjadi solusi inovatif yang berkelanjutan untuk berbagai aplikasi pangan dan non-pangan, mengingat perannya sebagai bahan alami yang efisien dalam meningkatkan viskositas dan fungsionalitas produk.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *