Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Sorbitol, pemanis yang sering digunakan dalam produk makanan rendah kalori, dianggap tidak berpartisipasi dalam reaksi Maillard yang menyebabkan pencoklatan. Reaksi Maillard sendiri merupakan reaksi penting dalam industri pangan, terutama dalam produk panggang dan olahan yang memberikan rasa dan warna khas. Namun, pencoklatan yang berlebihan dapat menjadi masalah serius karena dapat mempengaruhi kualitas sensori dan penampilan produk. Sorbitol sering dianggap tidak menyebabkan pencoklatan, tetapi penelitian ini menantang anggapan tersebut dengan menunjukkan bahwa pencoklatan dapat terjadi ketika sorbitol dicampur dengan glisina, salah satu asam amino yang biasa ditemukan dalam makanan.
Dalam penelitian ini, pencoklatan yang signifikan ditemukan ketika sorbitol dicampur dengan glisina dan dipanaskan. Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol, meskipun merupakan gula alkohol, masih dapat berpartisipasi dalam reaksi pencoklatan, terutama saat ada interaksi dengan asam amino. Penemuan ini mengejutkan karena sebelumnya, sorbitol tidak dianggap sebagai prekursor utama dalam reaksi Maillard, yang biasanya terjadi dengan gula pereduksi seperti glukosa atau fruktosa.
Untuk mengatasi masalah pencoklatan dalam sistem ini, senyawa tiol seperti glutation dan sisteina ditambahkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua senyawa ini memiliki kemampuan penghambatan yang signifikan terhadap pencoklatan. Ketika konsentrasi tiol mencapai 25 mg/mL, penghambatan pencoklatan sistem sorbitol/glisina melebihi 80%. Ini adalah hasil yang sangat menjanjikan, mengingat pencoklatan yang tidak diinginkan sering kali menjadi tantangan dalam produk makanan yang mengandung sorbitol.
Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana glutation dan sisteina bekerja dalam menghambat pencoklatan. Kedua senyawa tiol ini menghambat produksi substrat reaksi, seperti glukosa, yang merupakan prekursor penting dalam pembentukan melanoidin, senyawa yang bertanggung jawab atas warna coklat dalam reaksi Maillard. Selain itu, produksi 3-deoksiglukosa, prekursor utama melanoidin, juga berkurang secara signifikan. Dengan kata lain, glutation dan sisteina tidak hanya mengurangi akumulasi glukosa, tetapi juga berperan dalam menangkap zat antara reaksi yang sangat aktif melalui gugus sulfhidril. Hal ini memberikan kontrol yang lebih baik terhadap pencoklatan dalam sistem pangan yang menggunakan gula alkohol seperti sorbitol.
Sebagai dosen Teknologi Pangan, penelitian ini memberikan wawasan penting tentang pengendalian pencoklatan dalam industri pangan. Sorbitol sering digunakan sebagai pemanis rendah kalori dalam berbagai produk seperti permen, produk roti, dan minuman. Namun, masalah pencoklatan yang tidak diinginkan dapat mempengaruhi kualitas produk. Dengan penemuan bahwa sorbitol dapat berpartisipasi dalam reaksi pencoklatan saat berinteraksi dengan asam amino seperti glisina, penggunaan glutation dan sisteina sebagai agen penghambat dapat menjadi strategi yang efektif untuk mengendalikan pencoklatan.
Penelitian ini juga relevan dalam pengembangan produk makanan yang lebih stabil secara sensoris dan visual. Mengingat bahwa pencoklatan yang tidak terkendali dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas produk, penggunaan senyawa penghambat seperti glutation dan sisteina memberikan solusi yang berkelanjutan untuk mempertahankan kualitas produk tanpa mengorbankan stabilitas nutrisi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun sorbitol biasanya dianggap tidak terlibat dalam reaksi Maillard, pencoklatan dapat terjadi ketika sorbitol dicampur dengan asam amino seperti glisina. Glutation dan sisteina, dengan kemampuan penghambatan pencoklatan lebih dari 80%, menawarkan pendekatan inovatif dalam pengendalian pencoklatan. Dengan mekanisme yang melibatkan konsumsi kompetitif glukosa dan penangkapan zat antara aktif melalui gugus sulfhidril, senyawa tiol ini membuka peluang baru dalam pengembangan produk pangan yang lebih tahan lama dan berkualitas tinggi. Bagi industri pangan, temuan ini memberikan solusi praktis untuk mengatasi tantangan pencoklatan dalam produk yang mengandung sorbitol, sekaligus mempertahankan kualitas sensori dan nutrisi produk tersebut.