Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Penelitian ini mengkaji dampak konsumsi makanan ultra-olahan terhadap asupan makronutrien dan risiko kekurangan mikronutrien pada orang dewasa berusia 20-40 tahun dengan pendapatan menengah ke atas dan tinggi. Hasil menunjukkan bahwa makanan ultra-olahan berkontribusi signifikan terhadap asupan energi harian, namun juga membawa dampak negatif terhadap kualitas nutrisi, terutama dalam hal kekurangan mikronutrien penting seperti niasin, folat, dan zinc.
Sebagai seorang Dosen Teknologi Pangan, saya menilai bahwa konsumsi makanan ultra-olahan, yang menyumbang 33% natrium (Na), 29% gula tambahan, dan 20% lemak total, menunjukkan pola makan yang tidak seimbang. Kandungan tinggi gula, lemak, dan garam pada makanan olahan ini sangat berpotensi meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Selain itu, tingginya kontribusi makanan ultra-olahan terhadap asupan karbohidrat dan gula tambahan juga mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan kelebihan kalori dan masalah obesitas, terutama di kalangan kelompok berpenghasilan tinggi yang cenderung memiliki akses lebih besar terhadap makanan jenis ini.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah hubungan antara konsumsi makanan ultra-olahan dan peningkatan risiko kekurangan mikronutrien. Korelasi positif antara asupan energi dari makanan ultra-olahan dengan risiko kekurangan niasin dan folat mengindikasikan bahwa meskipun makanan ini memberikan kalori, mereka tidak memberikan nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi optimal. Hal ini diperburuk oleh rendahnya skor keragaman pola makan (DDS), yang mencerminkan rendahnya konsumsi kacang-kacangan, sayuran, dan produk susu, yang merupakan sumber utama mikronutrien seperti vitamin A, folat, dan zat besi.
Perbedaan risiko kekurangan nutrisi antara pria dan wanita juga menarik untuk dicermati. Wanita lebih rentan terhadap kekurangan zat besi, vitamin B6, dan vitamin A, sementara pria lebih berisiko kekurangan zinc, folat, dan niasin. Ini menunjukkan bahwa pola konsumsi makanan di antara pria dan wanita memiliki dinamika berbeda yang memerlukan perhatian khusus dalam merancang intervensi gizi yang tepat.
Dari perspektif teknologi pangan, reformulasi produk ultra-olahan menjadi langkah penting yang harus diambil oleh industri. Dengan mengurangi kandungan lemak, gula, dan garam serta memperkaya produk dengan mikronutrien, kita dapat meningkatkan kualitas gizi tanpa mengorbankan kenyamanan dan selera. Selain itu, diperlukan strategi komunikasi yang efektif untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keragaman pola makan. Kombinasi antara makanan segar dan olahan yang lebih sehat akan berperan besar dalam memastikan asupan nutrisi yang seimbang.
Kesimpulannya, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya pengendalian konsumsi makanan ultra-olahan untuk meminimalkan risiko kekurangan nutrisi. Dengan reformulasi produk dan promosi keragaman pola makan, kita dapat meningkatkan kecukupan mikronutrien dan mendorong pola hidup yang lebih sehat bagi masyarakat.