Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Deteksi cepat dan efisien terhadap patogen pangan, seperti Salmonella, menjadi salah satu elemen kunci dalam pencegahan penyakit bawaan pangan. Narasi di atas membahas pengembangan biosensor berbasis Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dengan menggunakan probe target Gadolinium (Gd) untuk mendeteksi Salmonella dalam susu. Sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, saya melihat teknologi ini memiliki potensi revolusioner dalam mempercepat deteksi patogen pangan, terutama untuk industri susu yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroba.
Pertama, pendekatan biosensor NMR berbasis Gadolinium ini menawarkan solusi yang sangat menarik untuk mengatasi keterbatasan metode deteksi konvensional yang memakan waktu lebih lama dan memerlukan peralatan lebih kompleks. Dengan waktu deteksi hanya 1,5 jam, teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi deteksi secara signifikan dibandingkan metode kultur mikroba tradisional yang dapat memakan waktu hingga beberapa hari. Dalam industri pangan yang menuntut kecepatan dan akurasi, inovasi ini dapat menjadi game changer.
Kedua, penggunaan reaksi amida dalam pembentukan streptavidinylated polyacrylic acid (SA-PAA) dan kompleks magnetik SA-PAA-Gd menunjukkan tingkat kecanggihan biokimia yang tinggi. Reaksi ini memungkinkan penciptaan kompleks magnetik yang dapat dengan mudah berikatan dengan antibodi biokimia. Antibodi ini kemudian dapat mengenali Salmonella melalui interaksi antigen-antibodi, yang merupakan dasar dari banyak teknologi deteksi mikroba saat ini. Metode ini menunjukkan tingkat spesifisitas yang sangat baik, yang penting dalam menghindari hasil positif palsu pada produk pangan.
Ketiga, pengukuran waktu relaksasi longitudinal (T1) menggunakan NMR adalah pendekatan inovatif dalam mendeteksi patogen. Pengukuran ini memungkinkan identifikasi Salmonella dengan sensitivitas tinggi pada konsentrasi 3,3 × 10³ CFU/ml, yang sudah cukup rendah untuk mendeteksi kontaminasi awal. Ini menunjukkan bahwa teknologi ini bisa sangat berguna dalam mendeteksi kontaminasi mikroba di tahap awal, sebelum jumlah patogen meningkat dan menyebabkan penyakit.
Keempat, meskipun teknologi ini tampak menjanjikan, tantangan terbesar yang mungkin muncul adalah adopsi biosensor NMR berbasis Gadolinium ini dalam skala industri. Peralatan NMR, meskipun sangat akurat, memerlukan biaya investasi yang cukup tinggi dan tidak semua industri pangan memiliki akses terhadap teknologi ini. Namun, dengan pengembangan dan penyempurnaan lebih lanjut, ada kemungkinan bahwa teknologi ini dapat diadaptasi menjadi lebih terjangkau dan efisien.
Kelima, biosensor ini memiliki prospek aplikasi yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada susu, tetapi juga pada produk pangan lain yang rentan terhadap kontaminasi Salmonella, seperti daging dan telur. Selain itu, metode ini juga dapat dikembangkan untuk mendeteksi patogen lain yang sering mengkontaminasi produk pangan, seperti Listeria monocytogenes dan Escherichia coli. Kemampuan untuk mendeteksi berbagai patogen dengan satu teknologi akan memberikan manfaat besar bagi industri pangan.
Keenam, penting untuk dicatat bahwa penggunaan Gadolinium sebagai bagian dari probe juga membuka peluang untuk pengembangan teknologi medis yang lebih maju, mengingat Gadolinium sering digunakan dalam pencitraan resonansi magnetik (MRI). Sinergi antara teknologi pangan dan medis ini menunjukkan potensi interdisipliner yang menarik untuk dikembangkan di masa depan.
Terakhir, sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, saya melihat bahwa teknologi ini tidak hanya menarik secara ilmiah, tetapi juga berpotensi memberikan dampak ekonomi dan kesehatan yang besar. Dengan mempercepat deteksi patogen dalam rantai pasokan pangan, kita dapat mengurangi risiko wabah penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Ini akan memberikan rasa aman yang lebih besar bagi konsumen dan membantu produsen pangan dalam memastikan kualitas produk mereka tetap terjaga.