Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Salvia hispanica, atau yang lebih dikenal sebagai chia, adalah salah satu tanaman yang dijuluki sebagai “superfood” karena memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Dalam dunia pertanian, chia juga berpotensi menjadi tanaman penghasil minyak dan tanaman obat industri. Namun, salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan chia adalah sensitivitasnya terhadap salinitas tinggi, yang dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan bibit. Meskipun tanaman ini diketahui memiliki toleransi sedang terhadap garam, penting untuk memahami lebih dalam bagaimana enzim antioksidan, senyawa bioaktif, dan respons ekofisiologis lainnya berperan dalam toleransi terhadap salinitas.
Penelitian ini terdiri dari dua eksperimen yang dirancang secara acak dengan tiga replikasi untuk mengevaluasi toleransi chia terhadap salinitas. Pada eksperimen pertama, berbagai parameter perkecambahan, seperti persentase akhir perkecambahan, waktu rata-rata perkecambahan, laju perkecambahan, serta aktivitas enzim antioksidan diukur pada enam konsentrasi natrium klorida (NaCl), mulai dari 0 hingga 250 mM. Hasilnya menunjukkan bahwa salinitas secara signifikan mempengaruhi hampir semua parameter, kecuali kandungan air bibit dan efisiensi penggunaan air untuk fotosintesis pada tahap bibit. Waktu perkecambahan rata-rata meningkat sebesar 77,2% pada konsentrasi 200 mM NaCl dibandingkan kontrol, menandakan perlambatan proses perkecambahan di bawah kondisi salinitas tinggi.
Pada eksperimen kedua, bibit chia dievaluasi terhadap tujuh level salinitas hingga 150 mM. Pada tahap ini, salinitas juga menunjukkan dampak negatif terhadap beberapa parameter fisiologis seperti konduktansi stomata, fotosintesis, dan laju transpirasi, yang merupakan faktor kunci dalam mekanisme toleransi stres salinitas. Namun, pada konsentrasi NaCl hingga 40 mM, bibit chia masih menunjukkan kemampuan beradaptasi dengan baik.
Menariknya, peningkatan salinitas hingga 200 mM menyebabkan kenaikan aktivitas enzim katalase dan peroksidase masing-masing sebesar 125,5% dan 99,4%, yang menandakan adanya respons pertahanan antioksidan dalam tanaman. Sebaliknya, aktivitas malondialdehid (MDA), yang merupakan indikator kerusakan sel akibat stres oksidatif, justru menurun sebesar 53,9%. Hal ini menunjukkan bahwa pada level salinitas yang tinggi, chia mampu mengurangi dampak negatif kerusakan sel melalui peningkatan aktivitas enzim antioksidan.
Pada level metabolit sekunder, penelitian ini menemukan bahwa kandungan total fenol dan flavonoid pada bibit chia meningkat masing-masing sebesar 55,0% dan 9,9% pada konsentrasi NaCl 40 mM, menunjukkan adanya peningkatan produksi senyawa bioaktif yang mungkin berperan dalam meningkatkan ketahanan terhadap stres. Namun, pada konsentrasi NaCl 150 mM, kandungan gula terlarut, nitrogen, dan protein dalam bibit chia menurun drastis, dengan penurunan masing-masing sebesar 73,0%, 57,6%, dan 57,6% dibandingkan kontrol. Penurunan ini mengindikasikan bahwa pada salinitas tinggi, tanaman chia mengalami penurunan dalam kemampuan menyerap dan memanfaatkan nutrisi penting.
Model fungsi Gompertz non-linear yang digunakan dalam penelitian ini juga memberikan deskripsi yang akurat mengenai pola perkecambahan dan pembentukan bibit chia di bawah kondisi salinitas, dengan R² yang sangat tinggi (≥ 0.97 untuk perkecambahan dan ≥ 0.93 untuk pembentukan bibit). Model ini dapat menjadi alat yang berguna untuk memprediksi respons tanaman chia terhadap kondisi lingkungan yang menantang, seperti salinitas tinggi.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun chia memiliki ketahanan terhadap salinitas hingga level tertentu, konsentrasi garam yang melebihi 40 mM mulai menunjukkan efek yang merugikan pada pertumbuhan dan metabolisme bibit. Hal ini menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor lingkungan dalam budidaya chia, khususnya di daerah dengan tingkat salinitas tanah yang tinggi. Pengembangan varietas chia yang lebih tahan garam, atau modifikasi teknik budidaya untuk memitigasi dampak salinitas, bisa menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi tanaman superfood ini dalam ekosistem agro-industri.