Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Material isolasi berbasis biomassa semakin menarik perhatian sebagai alternatif ramah lingkungan dalam industri konstruksi. Dengan karakteristik low-embodied energy, material ini berkontribusi signifikan dalam mengurangi penggunaan energi dan emisi CO2, yang menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Namun, untuk dapat diaplikasikan secara luas, material isolasi ini harus mampu mempertahankan performanya di bawah kondisi iklim yang berubah-ubah. Penelitian terbaru ini menyelidiki bagaimana siklus pembekuan-pencairan, basah-kering, dan dingin-panas mempengaruhi kekuatan tekan, konduktivitas termal, serta ketahanan material isolasi berbasis biomassa dengan pengikat geopolimer.
Tiga jenis biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami gandum, sekam padi, dan serbuk kayu, yang masing-masing memiliki karakteristik unik. Dari ketiga material tersebut, jerami gandum (wheat straw) yang berbasis geopolimer (WG) menunjukkan ketahanan yang paling unggul. Dalam uji ketahanan terhadap tiga siklus cuaca ekstrem, yaitu pembekuan-pencairan, basah-kering, dan dingin-panas, material WG hanya mengalami penurunan kekuatan tekan sebesar 19,4%, 1,3%, dan 2,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa WG tidak hanya memiliki kerangka struktur yang kuat, tetapi juga mampu mempertahankan performa mekaniknya dalam kondisi cuaca yang ekstrem.
Selain ketahanan mekanik, material isolasi juga harus efisien dalam menghambat perpindahan panas. Dalam hal ini, material WG tidak hanya unggul dalam hal kekuatan tekan, tetapi juga menawarkan performa isolasi termal yang memadai. Penurunan konduktivitas termal yang minimal di berbagai kondisi cuaca menjadikan material ini solusi ideal untuk meningkatkan efisiensi energi bangunan. Dengan demikian, penggunaan material isolasi berbasis biomassa ini dapat mengurangi kebutuhan energi untuk pemanasan atau pendinginan bangunan, yang pada akhirnya berkontribusi pada penghematan energi dan pengurangan emisi karbon dalam jangka panjang.
Salah satu keunggulan menarik dari material WG adalah kemampuannya dalam menyerap suara. Pada frekuensi 1028 Hz, material ini menunjukkan kemampuan penyerapan suara yang tinggi, dengan koefisien absorpsi mencapai 0,71. Ini menandakan bahwa selain sebagai isolasi termal, material ini juga berfungsi sebagai penyerap suara yang efektif. Dalam aplikasi praktis, hal ini sangat penting terutama untuk bangunan yang membutuhkan kontrol akustik yang baik, seperti ruang pertemuan, gedung konser, atau ruang publik lainnya.
Penelitian ini memberikan analisis yang lebih sistematis terhadap ketahanan dan performa akustik dari material isolasi berbasis biomassa dengan pengikat geopolimer. Selain dari sudut pandang efisiensi energi, ketahanan material terhadap perubahan kondisi cuaca dan kemampuannya untuk mempertahankan kekuatan tekan serta konduktivitas termal adalah faktor penting yang mendukung aplikasi praktisnya di industri konstruksi. Penggunaan bahan alami seperti jerami gandum, sekam padi, dan serbuk kayu juga menawarkan keuntungan lingkungan yang lebih besar karena bahan-bahan ini mudah diperoleh dan dapat diperbaharui, serta berpotensi mengurangi limbah biomassa.
Dalam konteks keberlanjutan, material isolasi berbasis biomassa ini menjadi solusi ideal bagi industri konstruksi yang ingin mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi energi. Kombinasi antara ketahanan mekanik, performa termal, dan kemampuan penyerapan suara menjadikan material ini pilihan yang menarik untuk berbagai jenis bangunan di berbagai kondisi iklim. Dengan inovasi lebih lanjut, material ini dapat menjadi standar baru dalam pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon.
Kesimpulannya, material isolasi berbasis biomassa dengan pengikat geopolimer menunjukkan potensi besar untuk aplikasi praktis dalam industri konstruksi. Ketahanannya terhadap siklus cuaca ekstrem, kemampuan isolasi termal, serta performa akustiknya membuat material ini menjadi alternatif unggul dalam upaya menciptakan bangunan yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi.