Mewujudkan Bangunan Berkelanjutan: Potensi BIPV dan TES dalam Mengurangi Emisi Karbon

Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Dalam konteks perubahan iklim yang semakin mendesak, sektor bangunan menjadi salah satu penyumbang utama emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan konsumsi energi akhir. Oleh karena itu, sektor ini menjadi target utama dalam program dekarbonisasi. Berbagai standar dan peta jalan teknologi telah diusulkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dari bangunan, termasuk peningkatan kinerja energi dan lingkungan bangunan baru maupun yang sudah ada. Dalam hal ini, pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan (RES) dan Sistem Penyimpanan Energi (ESS) menjadi solusi yang sangat relevan.

Salah satu pendekatan yang menarik dalam penelitian ini adalah penggunaan Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengevaluasi dan mengkuantifikasi potensi solusi yang direkomendasikan, yaitu Building-Integrated Photovoltaic (BIPV) dan Thermal Energy Storage (TES). Dengan menggunakan LCA, kita dapat memahami dampak lingkungan dari kedua teknologi ini sepanjang siklus hidup bangunan, mulai dari tahap produksi, penggunaan, hingga akhir masa pakai. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang bagaimana teknologi ini dapat berkontribusi dalam mencapai target dekarbonisasi bangunan.

Dalam studi ini, analisis dilakukan pada sebuah bangunan residensial dengan tiga skenario berbeda. Penilaian dilakukan terhadap emisi CO2 ekuivalen, penghindaran emisi karbon, dan Environmental Payback Period (EPBP) dari masing-masing skenario. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem BIPV-TES yang terintegrasi dalam bangunan residensial yang dilengkapi dengan pompa panas listrik dapat mengurangi emisi CO2 ekuivalen sebesar 21,42% selama 30 tahun masa layanan bangunan. Angka ini menunjukkan potensi signifikan dari teknologi ini dalam mendukung upaya dekarbonisasi.

Keberhasilan penerapan sistem BIPV-TES tidak hanya bergantung pada teknologi itu sendiri, tetapi juga pada desain dan integrasi yang tepat dalam bangunan. BIPV, yang menggabungkan fungsi atap bangunan dengan panel surya, memungkinkan pemanfaatan ruang yang efisien dan menghasilkan energi terbarukan secara langsung. Sementara itu, TES berfungsi untuk menyimpan energi yang dihasilkan, sehingga dapat digunakan saat dibutuhkan, mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam implementasi teknologi ini adalah biaya awal yang tinggi dan kebutuhan untuk pengetahuan teknis yang memadai. Oleh karena itu, penting bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengembang, dan masyarakat, untuk bekerja sama dalam menciptakan kebijakan dan insentif yang mendukung adopsi teknologi ini. Edukasi dan pelatihan juga diperlukan untuk meningkatkan pemahaman tentang manfaat dan cara kerja sistem BIPV dan TES.

Dalam kesimpulannya, penelitian ini memberikan wawasan yang berharga tentang potensi teknologi BIPV dan TES dalam mengurangi emisi karbon di sektor bangunan. Dengan penerapan yang tepat, kedua teknologi ini dapat menjadi bagian integral dari strategi dekarbonisasi yang lebih luas. Melalui inovasi dan kolaborasi, kita dapat mewujudkan bangunan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta berkontribusi pada upaya global dalam memerangi perubahan iklim.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *