Inovasi Tangkapan CO2: Solusi Berkelanjutan untuk Mengurangi Emisi dari Pembangkit Listrik Berbasis Bahan Bakar Fosil

Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Dalam era perubahan iklim yang semakin mendesak, pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil tetap menjadi penyumbang utama emisi CO2 yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Meskipun perkembangan energi terbarukan semakin pesat, tantangan besar tetap ada dalam mengurangi emisi dari sumber-sumber energi konvensional ini. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah penerapan teknologi Tangkapan dan Penyimpanan CO2 (CCS), yang dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari pembangkit listrik tersebut. Namun, biaya tinggi dan konsumsi energi yang terkait dengan teknologi ini menjadi kendala utama dalam adopsinya.

Salah satu pendekatan yang menarik adalah proses Tangkapan CO2 Pascabakar (PCC), yang banyak digunakan di pembangkit listrik. Penelitian ini mengembangkan proses Tangkapan CO2 Aqueous Pascabakar (APCC) yang menggunakan air sebagai pelarut fisik. Dengan pendekatan ini, proses APCC mampu menangkap hingga 72 kton CO2 per tahun dengan efisiensi yang mengesankan, yaitu 97,4% dari total emisi CO2 yang dihasilkan. Rasio produksi listrik terhadap konsumsi energi mencapai 49,5%, yang menunjukkan potensi efisiensi yang baik dalam operasionalnya.

Salah satu inovasi yang diusulkan untuk meningkatkan efisiensi adalah penambahan Hydro-Pump ke dalam proses, yang dapat meningkatkan rasio produksi listrik menjadi 58,2%. Selain itu, penggabungan siklus Rankine Organik (ORC) dengan fluida kerja R125 juga dieksplorasi untuk mencapai kondisi termodinamika optimal, yang dapat meningkatkan rasio tersebut hingga 80%. Dengan kedua skenario ini, pengurangan daya parasit mencapai 52,78% hingga 28,44%, yang berkontribusi pada peningkatan produksi daya bersih dari pembangkit listrik gas alam (NGCC) menjadi 18,604 MW.

Aspek ekonomi dari proses ini juga sangat penting. Metode Desain Pinch (PDM) digunakan untuk mengurangi biaya operasional dengan pemilihan utilitas yang optimal, yang berhasil menurunkan biaya dari 2,48 juta dolar per tahun menjadi 0,945 juta dolar per tahun. Selain itu, desain Jaringan Penukar Panas (HEN) yang efisien juga dirancang untuk meminimalkan biaya modal, yang mencapai 4,71 juta dolar per tahun. Ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, teknologi CCS dapat menjadi lebih terjangkau dan berkelanjutan.

Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan implementasi teknologi ini tidak hanya bergantung pada efisiensi teknis, tetapi juga pada dukungan kebijakan dan investasi yang memadai. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan insentif yang mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan ini. Dengan demikian, kita dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan gambaran yang optimis tentang potensi teknologi Tangkapan CO2 dalam mengatasi tantangan emisi dari pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil. Dengan inovasi yang terus menerus dan kolaborasi lintas sektor, kita dapat berharap untuk mencapai target pengurangan emisi yang lebih ambisius dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan global. Ini adalah langkah penting menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *