Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Inovasi pangan terus berkembang seiring dengan kebutuhan dunia untuk mencari sumber protein alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu inovasi yang sedang mendapatkan perhatian adalah penggunaan serangga sebagai sumber pangan, yang telah dikenal di beberapa negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika selama lebih dari 2000 tahun. Salah satu serangga yang kini menjadi pusat perhatian adalah Clanis bilineata tsingtauica (CBT), atau yang lebih dikenal sebagai ulat kedelai, serangga tradisional yang dikonsumsi di Asia Timur. Dalam ulasan ini, kita akan membahas teknologi pembudidayaan dan potensi penggunaan CBT sebagai sumber pangan masa depan.
Nutrisi dan Keamanan Konsumsi CBT CBT dikenal karena memiliki nilai nutrisi yang sangat tinggi, terutama kandungan proteinnya yang setara dengan sumber protein hewani. Dengan sejarah konsumsi yang panjang di Asia Timur, CBT dianggap aman dan telah menjadi bagian dari diet tradisional di wilayah tersebut. Ulat kedelai ini tidak hanya kaya akan protein, tetapi juga mengandung berbagai mikronutrien esensial yang sangat penting bagi kesehatan manusia. Ini menjadikan CBT sebagai pilihan yang menarik dalam memenuhi kebutuhan protein, terutama di tengah tantangan kelangkaan sumber protein konvensional.
Teknologi Pembudidayaan CBT Salah satu tantangan utama dalam pengembangan pangan berbasis CBT adalah efisiensi teknologi pembudidayaannya. Saat ini, ulat kedelai ini telah dibudidayakan secara ekstensif di tanaman kedelai hidup, baik di lahan terbuka maupun di rumah kaca. Namun, masih belum ada teknologi pembudidayaan yang efisien dan terstandar untuk memproduksi CBT secara massal. Proses produksi massal yang lebih efisien dan berkelanjutan masih dalam tahap penelitian, dan teknologi yang lebih maju diperlukan untuk menghasilkan bahan makanan berkualitas tinggi dalam skala besar yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
Produk Makanan Berbasis CBT Di pasar produk pertanian, CBT telah diolah menjadi berbagai jenis produk makanan, seperti produk beku-kering, goreng, daging segar, hingga daging kalengan. Pengolahan ini memberikan fleksibilitas dalam penyajian dan penyesuaian dengan preferensi konsumen. Keunggulan lain dari makanan berbasis CBT adalah kemampuannya untuk diolah menjadi suplemen makanan yang dipercaya dapat membantu memperlambat proses penuaan pada manusia. Produk ini, yang masih tergolong baru, menunjukkan potensi besar dalam industri pangan, terutama sebagai suplemen kesehatan yang fungsional dan bernutrisi tinggi.
Tantangan dalam Produksi Massal Walaupun potensi CBT sebagai sumber pangan sangat besar, tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah pengembangan teknologi yang dapat mendukung produksi massal. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan teknologi pembudidayaan dan memastikan kualitas serta keamanan produk akhir. Pengembangan teknologi ini menjadi sangat penting agar CBT dapat diproduksi dalam jumlah besar dan dengan biaya yang efisien, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.
Prospek di Industri Pangan Dengan meningkatnya minat konsumen terhadap produk pangan fungsional dan suplemen kesehatan, makanan berbasis CBT memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan. Kombinasi antara nilai nutrisi yang tinggi, keamanan konsumsi, dan fleksibilitas dalam pengolahan menjadikan CBT sebagai salah satu inovasi pangan yang patut diperhitungkan. Jika produksi massal dan teknologi pengolahan dapat dikembangkan dengan baik, CBT berpotensi menjadi produk bernilai ekonomi tinggi yang dapat diterima oleh pasar luas, terutama di kalangan konsumen yang peduli dengan keberlanjutan lingkungan.
Nilai Ekonomi dan Sosial CBT Pengembangan produk berbasis CBT tidak hanya menawarkan nilai ekonomi yang tinggi, tetapi juga berpotensi memberikan manfaat sosial yang signifikan. Sebagai sumber protein yang berkelanjutan, CBT dapat membantu mengurangi ketergantungan pada sumber protein hewani yang sering kali menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, pengembangan industri pangan berbasis CBT juga dapat menciptakan peluang ekonomi baru, khususnya di wilayah pedesaan yang mengandalkan sektor pertanian dan pembudidayaan serangga.
Secara keseluruhan, CBT adalah contoh yang sangat baik dari bagaimana sumber daya alami yang kurang dimanfaatkan dapat diubah menjadi produk pangan inovatif yang berkelanjutan dan bernilai tinggi. Dengan dukungan teknologi pembudidayaan dan pengolahan yang tepat, ulat kedelai ini dapat berkontribusi pada ketahanan pangan global serta membantu memenuhi kebutuhan protein dalam populasi dunia yang terus bertambah.