Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam studi yang membahas penggunaan teknologi Modified Atmosphere Packaging (MAP) pada ayam rebus, peneliti berhasil menemukan kombinasi optimal dari proporsi gas dan derajat kekosongan yang mampu mempertahankan kualitas produk selama penyimpanan. Hasil yang menunjukkan proporsi gas 40% CO2 dan 60% N2 dengan derajat kekosongan 45% memberikan manfaat signifikan bagi pengawetan makanan ini, khususnya di sektor distribusi pangan siap saji. Bagi industri pangan, hasil penelitian ini bisa menjadi pedoman penting untuk mengoptimalkan penyimpanan produk yang rentan mengalami perubahan kualitas seperti ayam rebus.
Teknologi MAP bekerja dengan cara menggantikan udara di dalam kemasan dengan campuran gas tertentu yang dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi oksidasi. Pada ayam rebus, penambahan CO2 mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sementara N2 digunakan untuk mengisi ruang kosong dan menjaga stabilitas kemasan. Pada kondisi optimal ini, ayam rebus dapat bertahan hingga 11 hari tanpa mengalami perubahan signifikan pada aspek tekstur, warna, dan rasa yang dianggap layak oleh konsumen. Ini merupakan langkah maju dalam pengembangan teknologi pengemasan yang secara langsung mendukung peningkatan umur simpan produk-produk pangan.
Namun, tantangan yang dihadapi dalam penerapan teknologi MAP adalah perubahan fisik dan kimia selama penyimpanan, seperti perubahan tekstur, kromatik, hingga derajat cekungan pada kemasan. Pada hari ke-6 hingga ke-7, perubahan ini menjadi signifikan, meski total koloni mikroba dan evaluasi sensorik tetap dalam batas yang dapat diterima. Ini menunjukkan bahwa teknologi MAP tidak sepenuhnya menghentikan proses degradasi, tetapi memperlambatnya sehingga memungkinkan distribusi yang lebih luas tanpa kehilangan kualitas yang signifikan.
Dari sudut pandang ilmu pangan, aspek fisiko-kimia yang dianalisis, seperti tekstur dan volatilitas rasa, memberikan wawasan mendalam mengenai stabilitas produk dalam kemasan modifikasi atmosfer. Analisis terhadap derajat cekungan pada film kemasan juga menjadi poin menarik, karena berhubungan langsung dengan tekanan internal dan potensi kerusakan produk akibat perubahan volume gas selama penyimpanan. Ini merupakan area yang masih jarang dikaji dalam penelitian MAP pada produk-produk serupa, dan patut diapresiasi sebagai kontribusi bagi peningkatan kualitas pengemasan makanan.
Selain itu, penilaian sensorik yang melibatkan persepsi warna, bau, rasa, dan tekstur juga memperkaya hasil penelitian ini. Metode ini membantu menghubungkan hasil ilmiah dengan preferensi konsumen, sehingga hasil penelitian tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga relevan bagi kepuasan pasar. Dengan metode sensorik yang kuat, perusahaan pangan dapat memastikan bahwa produk yang dihasilkan tetap memiliki daya tarik di mata konsumen selama periode penyimpanan yang diperpanjang.
Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi bagi perpanjangan umur simpan ayam rebus, tetapi juga menjadi referensi yang bermanfaat dalam pengembangan teknologi pengemasan pada produk-produk serupa. Dengan mempertimbangkan kondisi logistik yang ada, teknologi MAP memiliki potensi besar untuk diaplikasikan lebih luas dalam industri pangan siap saji di Indonesia, terutama untuk produk-produk yang mudah rusak seperti ayam rebus. Penelitian ini membuka jalan bagi inovasi di bidang pengemasan pangan, khususnya dalam meningkatkan daya saing produk lokal di pasar yang semakin global.