Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Produk daging merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di masyarakat, namun tantangan besar yang dihadapi adalah potensi pencampuran bahan-bahan tidak sah yang dapat merugikan konsumen dan produsen. Untuk itu, penelitian ini berfokus pada pengembangan teknologi yang efisien dan hemat biaya untuk melakukan penilaian kualitas daging giling dengan cepat. Menggunakan citra warna RGB yang dikombinasikan dengan algoritma pembelajaran mesin, penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pencampuran bahan nabati dan hewani dalam daging giling dengan proporsi mulai dari 1% hingga 50%.
Metodologi penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan sampel daging giling ke dalam kategori murni atau terkontaminasi. Setelah itu, sampel yang terkontaminasi diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan jenis bahan pencampur yang digunakan. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam mengidentifikasi keberadaan bahan tambahan, tetapi juga memungkinkan penentuan jenisnya secara akurat. Melalui pengembangan model regresi, penelitian ini mampu memprediksi tingkat pencampuran dengan cukup akurat, yang merupakan langkah penting dalam meningkatkan transparansi di industri daging.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi menggunakan Linear Discriminant Classifier yang diperkuat dengan teknik bagging ensembling memberikan hasil yang sangat memuaskan. Akurasi klasifikasi untuk mendeteksi sampel murni atau terkontaminasi mencapai 99,1% dengan menggunakan semua fitur, bahkan 100% untuk fitur terpilih. Namun, saat mengidentifikasi asal pencampuran, akurasi bervariasi antara 48,9% hingga 76,1%, yang menandakan masih adanya tantangan dalam klasifikasi jenis bahan pencampur yang lebih kompleks.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fitur gray-level dan co-occurrence lebih efektif dibandingkan dengan saluran warna lainnya dalam membangun model klasifikasi dan regresi. Ini memberikan wawasan penting bagi para peneliti dan praktisi di bidang teknologi pangan mengenai fitur mana yang lebih memberikan kontribusi terhadap akurasi deteksi. Dengan memahami karakteristik fitur yang paling relevan, penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada peningkatan model untuk meningkatkan akurasi deteksi lebih jauh.
Keunggulan dari metode yang diusulkan adalah sifatnya yang non-invasif dan biaya rendah, yang sangat relevan untuk diterapkan di industri makanan. Penggunaan teknologi RGB yang sudah umum dan terjangkau memberikan alternatif bagi produsen untuk melakukan kontrol kualitas secara mandiri tanpa memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Dengan demikian, sistem ini dapat diadopsi secara luas dalam rantai pasokan daging, mulai dari produsen hingga pengecer.
Di era di mana konsumen semakin sadar akan kualitas dan keamanan pangan, penelitian ini menjadi sangat penting. Dengan sistem deteksi yang lebih efektif, produsen dapat lebih mudah mengidentifikasi dan menghindari praktik pencampuran yang tidak jujur, sehingga dapat menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk mereka. Selain itu, penerapan teknologi ini dapat memperkuat regulasi dan pengawasan dalam industri makanan, sehingga menciptakan pasar yang lebih adil dan transparan.
Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya menyajikan metode yang inovatif dalam deteksi pencampuran pada daging giling, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan teknologi pengawasan kualitas pangan. Dengan terus mengembangkan dan menerapkan teknologi ini, industri pangan di Indonesia dan di seluruh dunia dapat bergerak menuju standar yang lebih tinggi dalam hal kualitas dan keamanan produk, memberikan manfaat bagi konsumen dan produsen secara bersamaan.