Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Ketahanan pangan yang berkelanjutan merupakan tantangan besar bagi negara-negara berkembang, di mana banyak aspek yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah adopsi teknologi pemrosesan pangan lokal. Dalam konteks ini, penelitian terbaru berfokus pada efek pemblanchingan dan metode fermentasi terhadap sifat fisikokimia, pemasakan, dan fungsional dari tepung pisang Cardaba yang belum matang. Melalui desain percobaan faktorial penuh, studi ini memberikan wawasan mendalam mengenai potensi inovasi pemrosesan yang dapat meningkatkan nilai gizi dan fungsional tepung pisang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemblanchingan, baik pada sampel yang diblanching (B) maupun yang tidak diblanching (U), serta durasi fermentasi yang berbeda (24, 72, dan 120 jam), memiliki pengaruh signifikan terhadap pH dan parameter warna tepung. Pemblanchingan dan waktu fermentasi berkontribusi pada pengurangan total kandungan pati dan karbohidrat, dengan penurunan berkisar antara 17–28% untuk pati dan 13–19% untuk karbohidrat. Puncak kandungan gula terjadi pada hari ketiga fermentasi, diikuti dengan penurunan yang menunjukkan dinamika yang menarik dalam proses ini.
Salah satu temuan kunci dari penelitian ini adalah peningkatan substansial dalam kandungan protein seiring dengan berjalannya waktu fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi tidak hanya mempengaruhi rasa dan tekstur, tetapi juga meningkatkan nilai gizi tepung pisang. Selain itu, kedua strategi pemrosesan—pemblanchingan dan fermentasi—berhasil mengurangi kandungan tanin yang dapat terhidrolisis, dengan laju pengurangan yang lebih tinggi pada fermentasi cair dibandingkan dengan sampel yang diblanching.
Dari segi mineral, tepung pisang yang tidak diblanching menunjukkan kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diblanching. Hal ini menunjukkan potensi pisang Cardaba sebagai sumber bahan baku pangan yang kaya akan nutrisi, yang sangat penting dalam mendukung pola makan yang sehat. Penelitian ini juga mengungkapkan perbedaan signifikan dalam sifat pemasakan dan fungsional antara tepung dari pisang yang diblanching dan yang tidak diblanching.
Tepung yang dihasilkan dari pemblanchingan menunjukkan nilai viskositas yang lebih tinggi dalam pengujian pemasakan, seperti setback, breakdown, dan final viscosity. Sementara itu, kapasitas pembentukan emulsi dan foam lebih tinggi pada tepung yang tidak diblanching. Ini menunjukkan bahwa masing-masing metode pemrosesan dapat memberikan karakteristik yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi pangan.
Kesimpulan dari penelitian ini menyoroti pentingnya teknologi pemrosesan tradisional dan lokal dalam meningkatkan aplikasi pangan fungsional dari tepung pisang Cardaba. Dengan mengadopsi dan mengembangkan teknologi ini, kita tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga memberdayakan petani lokal dan memperkuat ekonomi pangan di negara berkembang.
Dengan demikian, inovasi dalam pemrosesan pangan ini berpotensi tidak hanya untuk menciptakan produk yang lebih bernutrisi tetapi juga untuk mendukung keberlanjutan dan kemandirian pangan di komunitas lokal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi aplikasi praktis dari tepung pisang ini dalam produk pangan yang lebih luas, sehingga mendukung visi ketahanan pangan yang berkelanjutan.