Pemanfaatan Teknologi Proteomik untuk Deteksi dan Kuantifikasi Alergen Pangan: Inovasi Menuju Pelabelan Pangan yang Lebih Akurat

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)

Alergi makanan merupakan salah satu tantangan global di industri pangan, terutama dalam memastikan keamanan konsumen yang rentan terhadap reaksi alergi. Label pangan yang tepat dan jelas mengenai kandungan alergen menjadi kunci dalam melindungi konsumen. Namun, perkembangan formulasi produk baru dan berbagai proses industri modern menciptakan tantangan baru yang memerlukan pengembangan teknologi yang lebih maju. Di sinilah peran teknologi OMICS, khususnya proteomik, menjadi sangat relevan dalam mendeteksi dan mengkuantifikasi alergen pangan secara akurat.

Proteomik memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari protein, termasuk alergen yang ada dalam makanan, dengan sangat mendetail. Dalam konteks protein alergen, variasi isoform, modifikasi pasca-translasi, dan perubahan struktural yang terjadi selama pemrosesan pangan dapat memengaruhi tingkat alergenisitasnya. Misalnya, proses pemanasan, pengeringan, atau pengolahan pangan lainnya dapat meningkatkan atau menurunkan potensi alergenik dari protein. Pada produk berbasis tumbuhan, sebagian besar alergen adalah protein dengan fungsi biologis yang terkait dengan penyimpanan, struktur, atau pertahanan tanaman.

Faktor lingkungan seperti logam berat, polusi udara, dan penggunaan pestisida juga dapat memicu peningkatan alergenisitas protein pada tanaman. Oleh karena itu, teknologi proteomik yang dapat menganalisis perubahan struktur protein secara mendalam menjadi alat yang sangat penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi alergenisitas ini. Salah satu teknik yang sangat berguna dalam proteomik adalah proteomik terarah seperti selected/multiple reaction monitoring (SRM/MRM), yang terbukti efektif dalam mendeteksi alergen seperti gluten dari gandum, rye, barley, serta alergen dari kacang lentil, kedelai, dan buah-buahan.

Untuk alergen yang berasal dari produk hewani, teknologi proteomik yang sering digunakan termasuk teknik 1D dan 2-D electrophoresis (DE) diikuti dengan metode MALDI-TOF/TOF dan liquid chromatography-mass spectrometry (LC-MS/MS). Kedua teknologi ini telah terbukti sangat berguna untuk mendeteksi alergen pada telur, ikan, dan susu. Khususnya, LC-MS/MS telah memberikan hasil yang menjanjikan dalam menganalisis alergen hewani dengan akurasi yang lebih tinggi, terutama dalam konteks kuantifikasi.

Mass spectrometry-based proteomics saat ini menjadi teknologi yang sangat menjanjikan untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi protein alergen secara tepat. Teknologi ini memungkinkan identifikasi dan pengukuran alergen dalam makanan dengan presisi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional seperti immunoblotting. Hal ini tidak hanya membantu meningkatkan pelabelan pangan secara akurat, tetapi juga memberikan perlindungan tambahan bagi konsumen dengan sensitivitas tinggi terhadap alergen tertentu.

Dengan adanya kemajuan dalam teknologi proteomik ini, diharapkan bahwa industri pangan dapat memberikan informasi yang lebih detail dan akurat mengenai kandungan alergen dalam produk pangan. Ini akan memberikan perlindungan lebih baik bagi konsumen yang memiliki alergi makanan, serta meningkatkan transparansi dan kepercayaan terhadap produk pangan di pasar global. Perkembangan ini membuka jalan bagi pengelolaan risiko alergen yang lebih baik dan mendorong terciptanya lingkungan pangan yang lebih aman bagi konsumen di seluruh dunia.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *