Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Transisi energi menuju sumber energi terbarukan bukan hanya soal teknologi dan regulasi, tetapi juga sangat bergantung pada aspek pembiayaan. Di Indonesia, kebutuhan dana untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 diperkirakan mencapai USD 118 miliar—angka yang jauh melampaui kapasitas pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi pembiayaan yang tidak hanya inklusif, tapi juga selaras dengan nilai-nilai sosial dan keberlanjutan.
Dalam konteks ini, keuangan syariah muncul sebagai alternatif strategis yang menjanjikan. Dengan prinsip-prinsip dasar seperti larangan riba, bagi hasil, serta mendorong kegiatan ekonomi yang bersifat produktif dan adil, keuangan syariah memiliki potensi untuk memperkuat pembiayaan proyek-proyek energi hijau. Artikel ini mengkaji bagaimana keuangan syariah dapat memainkan peran penting dalam mendukung agenda green finance di Indonesia melalui pendekatan bibliometrik dan kajian literatur sistematik menggunakan metode PRISMA terhadap 42 artikel ilmiah dari basis data Scopus (2014–2024).
Menemukan Titik Temu: Keuangan Syariah dan Transisi Energi
Studi ini menunjukkan bahwa literatur global dan nasional mulai menaruh perhatian besar pada interseksi antara keuangan hijau dan instrumen keuangan syariah, seperti green sukuk, wakaf produktif, dan zakat untuk energi. Dengan potensi besar sektor energi terbarukan—seperti tenaga surya, angin, dan biomassa—yang tersebar di seluruh penjuru negeri, keuangan syariah dapat memberikan akses pendanaan yang lebih luas terutama bagi proyek-proyek skala menengah dan kecil yang seringkali terpinggirkan dari pembiayaan konvensional.
Peluang Penerapan di Indonesia
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan komitmen yang kuat terhadap pembangunan rendah karbon, Indonesia memiliki peluang besar dalam mengintegrasikan keuangan syariah dengan agenda transisi energi. Beberapa peluang yang bisa dimaksimalkan antara lain:
- Pengembangan Green Sukuk untuk Proyek Energi Terbarukan
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan green sukuk sejak 2018, tetapi implementasi untuk sektor energi masih dapat diperluas terutama ke proyek-proyek lokal di daerah. - Wakaf Energi dan Dana Sosial Islam
Potensi wakaf tunai dan dana sosial syariah lainnya seperti zakat dapat dioptimalkan untuk proyek energi off-grid di wilayah terpencil. - Peningkatan Literasi dan Keterlibatan Lembaga Keuangan Syariah
Edukasi kepada masyarakat dan sinergi antara regulator, akademisi, dan praktisi keuangan syariah sangat penting agar instrumen yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.
Tantangan yang Perlu Diatasi
Meski memiliki potensi besar, penerapan keuangan syariah dalam transisi energi masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti:
- Kurangnya pemahaman mendalam antar sektor
Banyak aktor di sektor energi belum familiar dengan prinsip dan mekanisme keuangan syariah, dan sebaliknya. - Minimnya inovasi produk keuangan syariah yang spesifik untuk energi
Diperlukan desain produk-produk syariah yang kompatibel dengan kebutuhan investasi dan risiko di sektor energi terbarukan. - Koordinasi lintas kelembagaan yang belum optimal
Integrasi antar lembaga keuangan syariah, pemerintah, dan pelaku industri energi perlu diperkuat agar implementasi berjalan efisien.
Kesimpulan Dengan menjadikan keuangan syariah sebagai mitra strategis dalam pembiayaan transisi energi, Indonesia memiliki peluang emas untuk menciptakan model pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan secara ekologis, tetapi juga adil secara sosial. Kolaborasi antara sektor energi, perbankan syariah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan solusi pembiayaan yang inovatif, inklusif, dan sesuai dengan karakteristik bangsa.