Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazali Cilacap / UNUGHA Cilacap)
Inovasi di bidang teknologi pangan terus bermunculan, menjawab tuntutan global akan pangan yang tidak hanya aman, tetapi juga bergizi dan minim bahan tambahan. Salah satu teknologi yang kini mencuri perhatian para ilmuwan adalah Microwave Electrodeless Ultraviolet (MWUV), sebuah pendekatan baru dalam sterilisasi pangan tanpa panas (non-thermal). Teknologi ini menjanjikan peningkatan mutu dan keamanan pangan tanpa merusak kualitas produk.
MWUV menggabungkan dua bentuk energi: gelombang mikro (microwave) dan sinar ultraviolet (UV), dalam suatu sistem reaktor yang bebas elektroda. Teknologi ini bekerja dengan menghasilkan sinar UV dari gas pengisi—umumnya merkuri—yang memancarkan cahaya pada panjang gelombang 253,7 nanometer. Gelombang tersebut terbukti efektif membunuh mikroorganisme, termasuk patogen yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan.
Lebih jauh, MWUV memicu terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS), senyawa reaktif yang mampu merusak dinding sel mikroba, menyebabkan kebocoran isi sel, hingga merusak DNA. Proses ini berlangsung tanpa menaikkan suhu produk secara signifikan, sehingga struktur nutrien, warna, rasa, dan aroma alami pangan tetap terjaga.
Solusi Sterilisasi Masa Depan
Teknologi MWUV telah diuji pada berbagai jenis pangan—dari jus buah, susu segar, hingga produk hasil laut. Hasilnya, selain mampu menekan kontaminasi mikroba, MWUV juga memperpanjang umur simpan produk secara signifikan. Bahkan, dalam beberapa studi, MWUV juga digunakan dalam proses digesti sampel pangan untuk mendeteksi unsur penting atau toksik seperti logam berat, dengan bantuan reagen seperti HNO₃ dan H₂O₂.
Ini menempatkan MWUV bukan hanya sebagai alat sterilisasi, melainkan juga instrumen pendukung pengujian mutu pangan di laboratorium. Fungsinya menjadi strategis, terutama untuk industri pangan yang mengutamakan clean label, yaitu produk dengan sedikit atau tanpa bahan tambahan sintetis.
Peluang dan Tantangan di Indonesia
Bagi Indonesia, teknologi ini membuka peluang besar. Indonesia adalah negara agraris dengan pasokan bahan pangan segar yang melimpah, namun sering terkendala distribusi dan daya simpan yang pendek. MWUV dapat menjadi jawaban untuk memperpanjang masa simpan tanpa mengandalkan pendingin berskala besar yang memerlukan energi tinggi.
Lebih dari itu, sektor UMKM pangan—yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal—bisa terdorong naik kelas bila mendapat akses pada teknologi ini. Produk lokal seperti jus buah tropis, herbal cair, hingga susu fermentasi bisa lebih kompetitif jika mampu menjamin keamanan dan mutu tanpa tambahan pengawet.
Namun demikian, tantangan juga mengemuka. Investasi awal yang relatif tinggi, kurangnya literasi teknologi di kalangan pelaku industri kecil, hingga belum adanya regulasi spesifik terkait penggunaan teknologi UV dalam pangan menjadi pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan. Kolaborasi lintas sektor—antara akademisi, pemerintah, industri, dan pelaku UMKM—mutlak diperlukan untuk mendorong adopsi teknologi ini secara inklusif dan berkelanjutan.
Mengarusutamakan Inovasi Pangan
Ke depan, optimalisasi teknologi MWUV perlu diarahkan pada integrasi dengan sistem pengolahan pangan lainnya, seperti pasteurisasi ringan atau fermentasi terkontrol, untuk memperkuat daya saing industri pangan nasional. Penelitian terhadap efek MWUV terhadap berbagai komponen pangan—protein, vitamin, senyawa bioaktif—juga masih harus diperluas, terutama untuk memastikan keamanannya dalam jangka panjang. Teknologi MWUV bukan sekadar solusi teknis. Ia merepresentasikan arah baru dalam sistem pangan: inovatif, aman, dan tetap menjunjung tinggi kualitas alami produk. Jika dikelola dengan baik, MWUV bisa menjadi salah satu tonggak transformasi industri pangan Indonesia menuju sistem yang lebih modern, efisien, dan berkelanjutan.