Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Kentang merupakan salah satu bahan pangan pokok yang kaya akan pati, namun pengaruh metode memasak terhadap struktur pati dan tingkat pencernaannya menjadi topik penting dalam ilmu teknologi pangan. Penelitian ini mengkaji bagaimana metode memasak yang berbeda dapat memengaruhi struktur sel parenkim kentang serta bagaimana perubahan tersebut berdampak pada pencernaan pati, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi indeks glikemik produk kentang.
Pada penelitian ini, sel parenkim kentang diisolasi dengan baik dan kemudian dikenakan berbagai metode memasak, termasuk memanggang, menggoreng, merebus, dan mengautoklaf. Selanjutnya, beberapa sifat seperti morfologi, struktur kristalin, sifat termal, dan daya cerna pati secara in vitro dianalisis untuk memahami perubahan yang terjadi selama proses memasak. Hasil yang didapatkan memberikan wawasan baru terkait bagaimana metode memasak tertentu dapat mempengaruhi struktur sel dan tingkat pencernaan pati di dalam kentang.
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa metode memanggang dan menggoreng dapat menjaga keutuhan dinding sel parenkim kentang. Dinding sel yang tetap utuh bertindak sebagai penghalang fisik yang mencegah enzim α-amilase untuk berinteraksi dengan pati yang ada di dalam sel. Dengan demikian, pati tetap terlindungi dari enzim pencernaan, yang mengakibatkan proses pencernaan pati menjadi lebih lambat. Ini sangat penting dalam menciptakan produk pangan dengan indeks glikemik yang lebih rendah, karena pencernaan yang lebih lambat berarti pelepasan gula ke dalam darah juga lebih lambat.
Sebaliknya, metode merebus dan mengautoklaf menunjukkan hasil yang berbeda. Kedua metode ini menyebabkan kerusakan pada struktur dinding sel parenkim, sehingga mengurangi efektivitas dinding sel sebagai penghalang fisik. Akibatnya, enzim α-amilase lebih mudah menyerap pati, mempercepat proses pencernaan. Meskipun sel-sel yang telah rusak dapat memperlambat laju difusi amilase, hal ini tidak cukup untuk menurunkan tingkat akhir pencernaan jika dibandingkan dengan pati murni.
Dari segi nutrisi, hasil penelitian ini memiliki implikasi yang signifikan. Produk kentang yang dipanggang atau digoreng memiliki potensi lebih besar untuk menghasilkan makanan dengan indeks glikemik yang lebih rendah, yang tentunya sangat bermanfaat bagi konsumen yang perlu mengendalikan kadar gula darah, seperti penderita diabetes. Ini berarti metode memasak dapat menjadi faktor kunci dalam menciptakan produk kentang yang lebih sehat, tanpa harus mengubah komposisi bahan baku utama.
Selain itu, penelitian ini juga menekankan pentingnya memahami peran struktur seluler dalam pencernaan pati. Struktur seluler yang utuh bukan hanya melindungi pati dari pencernaan cepat, tetapi juga dapat berfungsi sebagai strategi alami untuk modifikasi indeks glikemik makanan, yang pada akhirnya dapat mendukung pengembangan produk pangan fungsional dengan manfaat kesehatan.
Secara keseluruhan, temuan penelitian ini sangat relevan dalam dunia teknologi pangan, khususnya bagi industri makanan yang berfokus pada pengembangan produk kentang sehat dengan indeks glikemik rendah. Memasak dengan metode memanggang atau menggoreng dapat memberikan alternatif yang lebih sehat bagi konsumen, tanpa harus mengorbankan cita rasa dan tekstur yang diinginkan. Di sisi lain, merebus atau mengautoklaf, meskipun lebih umum digunakan, mungkin kurang ideal untuk menciptakan produk kentang dengan indeks glikemik rendah.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya menawarkan wawasan baru tentang bagaimana metode memasak memengaruhi struktur sel dan pencernaan pati, tetapi juga memberikan panduan praktis bagi produsen pangan untuk menghasilkan produk kentang yang lebih sehat dan sesuai dengan kebutuhan konsumen modern yang sadar akan kesehatan.